ryegasayang

BAB I

PENDAHULUAN


 

Dalam dunia yang serba modern seperti sekarang ini, tidaklah ada suatu negera yang dapat mengasingkan diri dari pergaulan internasional.

Pergaulan antar negera-negara yang berdaulat dan merdeka sudah barang tentu harus diatur. Perhubungan-perhubungan hukum pada umumnya yang telah ada di antara negara-negara itu, telah diatar dalam himpunan peraturan-peraturan yang disebut "hukum antar negara". Sebagai modernisasi dari nama lain yaitu "hukum bangsa-bangsa" yang merupakan terjemahan lurus dari nama-nama seperti volkerrect, droit de gens, law of nations, dan volkenrecht yang kesemuanya barasal dari istilah Romawi: ius gentium. Modernisasi nama itu membawa pula perubahan dalam artinya, yang kemudian hanya ditunjukkan kepada himpunan peraturan-peraturan yang bersangkutan saja; dengan perkataan lain lambat laun berubahlah tugasnya, sehingga dapatlah kini dikatakan bahwa hukum antar negara adalah hukum yang mengatur pergaulan internasional. Dalam pada ini tidaklah dapat dibantah-bantah lagi, bahwa kepentingan bersama dari semua negara seperti perdamaian, keamanan, keadilan, kemakmuran, cooperation dan sebagainya, menghendaki dengan mutlak adanya sopan santun dalam pergaulan antar negara yang merupakan peraturan-peraturan hukum.

Demikian pula halnya yang dikehendaki oleh negara-negara burhubungan dengan tugasnya sebagai pemungut pajak. Maka dicarilah kini olehnya salah satu undang-undang kesepakatan kerjasama yang erat dalam lapangan-lapangan perpajakan.


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB II

PEMBAHASAN


 

Latar Belakang Masalah

  1. Pengertian Pajak

Pengertian pajak yang beberapa dikemukakan oleh para ahli , antara lain :

Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.


Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.


Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.


 


 

Pajak merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk membiayai kepentingan umum. Pajak merupakan pungutan wajib atau dipaksakan kepada rakyat.

Ada beberapa definisi pajak yang diungkapkan oleh para ahli, antara lain :

  1. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., "pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum" (Mardiasmo, 2003)
  2. Menurut S.I Djajadiningrat "Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum" (Resmi, 2008)
  3. Menurut Rimsky K Judisseno, "pajak merupakan suatau kewajiban kenegaraan berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai keperluan negara berupa pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang dan peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara" (Judisseno, 2005

Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak :

  1. Merupakan Iuran rakyat kepada negara yang dipungut oleh negara kepada warga negara.
  2. Dipungut berdasarkan Undang-undang Pajak dengan kekuatan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
  3. Tanpa ada kontraprestasi langsung dalam pembayaran pajak para pembayar tidak memperoleh kontraprestasi atau jasa timbal balik secara langsung.
  4. Digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment.

B. Pengertian Penghasilan


 

Pengertian penghasilan sesuai pasal 4 ayat 1 undang-undang PPh adalah setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Pengertian penghasilan menurut Prabowo adalah jumlah uang yang diterima atas usaha yang dilakukan orang perorangan, badan dan bentuk usaha

lainnya yang dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti mengonsumsi dan/atau menimbun serta menambah kekayaan (Prabowo, 2004:21)

Dari kedua defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa penghasilan adalah setiap tambahan ekonomis yang diperoleh oleh wajib pajak yang berada di Indonesia yang dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti mengonsumsi dan menambah kekayaan.


 

C. Pengertian Pajak Penghasilan

Pengertian Pajak Penghasian (PPh) berdasarkan Undang-Undang No 17 Tahun 2000 adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak atau suatu pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan yang diperolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakannya.


 

D. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22


 

Pajak Penghasilan Pasal 22 atau PPh Pasal 22 menurut Undang-Undang No 36 Tahun 2008 adalah PPh yang dipungut oleh:

  1. Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang,
  2. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
  3. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah, adapun jenis barang yang tergolong sangat mewah adalah : a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah).
  • Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah).
  • Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m2 (lima ratus meter persegi).
  • Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi).
  • Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.

Besarnya pungutan sebagaimana dimaksud seperti di atas yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) lebih tinggi 100 % (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.


 

E. Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22


 

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2007, pemungut PPh pasal 22 adalah:

  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan cukai, atas impor barang.
  2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
  3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4.
  4. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamnina, dan Bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN.
  5. Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, Industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya didalam negeri.
  6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
  7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

F. Objek Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 menurut UU Perpajakan No 36 tahun 2008

Yang merupakan objek pemungutan PPh pasal 22 adalah :

  1. Impor Barang.
  2. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun Pemerintah daerah.
  3. Pembayaran atas pembelian barang yng dilakukan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daearah yang dananya berasal dari dana APBN maupun APBD.
  4. Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, indusri kertas, industri baja dan industri otomotif.
  5. Penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh pertamina dan badan usaha selain pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas.
  6. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan dari pedagang pengumpul.

G. Tidak Termasuk Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22

Adapun yang dikecualikan dari pemotongan PPh pasal 22 ditentukan sebagai berikut:

  1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak PenghasiIan.
  2. Barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai.
  3. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan atas timbal balik.
  4. Barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia.
  5. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan.
  6. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum.
  7. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
  8. Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya.
  9. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.
  10. Barang pindahan.
  11. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Pabean.
  12. Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum.
  13. Persenjataan, amunisi, dan pelengkapan militer termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.
  14. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.
  15. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imuniasi Nasional (PIN).
  16. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.
  17. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional.
  18. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional.
  19. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia.
  20. Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia.
  21. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
  22. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan benda-benda pos.
  23. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor.
  24. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
  25. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


     

H. Sifat pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22

Pemungutan PPh pasal 22 dapat bersifat final dan tidak final. Pemungutan pajak bersifat final dalam PPh pasal 22 artinya bahwa pajak yang telah di bayar oleh Wajib Pajak melalui pemungutan oleh pihak lain dalam tahun berjalan tersebut, tidak dapat dikreditkan pada total PPh yang terutang pada akhir suatu tahun pada saat pengisian SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan PPh.

Jenis pajak penghasilan yang pemungutannya bersifat final adalah:

  1. PPh pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industri rokok di dalam negeri.
  2. PPh pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industri baja.
  3. PPh pasal 22 atas penyerahan hasil produksi Pertamina atau badan usaha lain yang sejenis kepada penyalur/agen.

Jenis pajak penghasilan yang pemungutannya bersifat tidak final adalah:

  1. PPh pasal 22 atas penyerahan hasil produksi Pertamin atau badan usaha lain yang sejenis kepada pembeli lainnya (pabrikan)
  2. PPh pasal 22 atas penyerahan hasil industri semen.
  3. PPh pasal 22 atas penyerahan hasil industri kertas.
  4. PPh pasal 22 atas penyerahan hasil otomotif.
  5. PPh pasal 22 atas pembelian barang yang dibayar dengan dana dari Anggaran Pengeluaran Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD).
  6. PPh pasal 22 atas pembelian barang yang dilakukan oleh instansi atau badan usaha tertenti seperti BI (Bank Indonesia), BPPN, BULOG, PT Telkom, PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT Indosat, dan bank-bank BUMN yang melakuka pembelian barang yang dananya bersumber baik dar APBN maupun non-APBN.
  7. PPh pasal 22 atas import barang.
  8. PPh pasal 22 atas pembelian bahan-bahan atau ekspor hasil industri oleh eksportir industri perkebunan, perhutanan, pertanian, dan perikanan.

I. Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran PPh pasal 22

Penulis ingin memaparkan beberapa tata cara pemungutan dan penyetoran PPh pasal 22 seperti yang tertera di bawah ini :

  1. Pemungut pajak wajib memungut dan menyetorkan PPh pasal 22 ke Bank persepsi, Kantor Pos atau bank devisa. Ketentuan pemungutan dan penyetoran tersebut adalah sebaga berikut:
    1. PPh pasal 22 atas Import, dipungut dan harus disetor sendiri oleh importir ke bank devisa pada saat pembayaran bea masuk.
    2. PPh pasal 22 atas import oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai, dipungut pada saat pembayaran bea masuk atau pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Import Untuk Dipakai (PIUD), dan harus disetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan.
    3. PPh pasal 22 atas pembelian barang oleh instansi pemerintah atau BUMN/BUMD dengan dana dari APBN/APBD, dipungut pada saat pembayaran, dan harus disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak (rekanan) pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atau penyerahan barang.
    4. PPh pasal 22 atas pembelian barang oleh badan-badan tertentu seperti BI, BPPN, BULOG, PT Telkom, dan lain-lain, dipungut pada saat pembayaran, dan harus disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
    5. PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri tertentu, dipungut pada saat penjualan, dan harus disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
    6. PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi pertamina dan badan usaha yang sejenis dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order), dan harus disetor sendiri oleh Wajib Pajak sebelum surat perintah pengeluaran barang ditebus.
    7. PPh pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri oleh industri atau eksportir dalam bidang perkebunan, perhutanan, pertanian, perikanan, dipungut pada saat pembayaran dan harus disetor oleh pemungut atas nama Wajib pajak, paling lambattanggal 10 bulan takwim berikutnya.
  2. Pelaksanaan penyetoran PPh pasal 22, ditentukan sebagai berikut: a. Menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang berlaku sebagai Bukti Pemngutan Pajak, untuk penyetoran PPh pasal 22 oleh Bendaharawan Ditjen Bea dan Cukai (atas import barang), badan usaha industri tertentu (atas penyerahan hasil industri tertentu), dan badan usaha/eksportir tertentu (atas pembelian oleh industri tertentu/eksportir).

Pemungutan pajak kelompok ini wajib menerbitkan Bukti Pemungutan pajak PPh pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu :

  1. Lembar ke-1 untuk Wajib Pajak.
  2. Lembar ke-2 untuk Kantor Pelayan Pajak (KPP)
  3. Lembar ke-3 untuk Pemungut Pajak. b. Menggunakan formulir SSP secara kolektif, untuk penyetoran PPh pasal 22 oleh bank devisa dan bendaharawan/badan tertentu yang ditunjuk (atas impor barang), dan Pertamina atau badan usaha selain Pertamina (atas penjualan migas).

Pemungut pajak kelompok ini membuat daftar SSP rangkap 2 yaitu :

  1. Lembar ke-1 untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
  2. Lembar ke-2 untuk Pemungut Pajak.
  3. Flow chart pemotongan PPh pasal 22 berdasarkan Undang-undang


 


 


 

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa. Pajak merupakan Iuran rakyat kepada negara yang dipungut berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum untuk kesejahteraan rakyat.


 

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang selama ini dilakukan oleh penulis, penulis ingin menyampaikan saran kepada seluruh pihak, yaitu agar dapat mempertahankan kepatuhan dalam membayar pajak sesuai dengan peraturan dan undang-undang perpajakan.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

0 Responses

Posting Komentar

kritik dan saran